Pages

Kamis, 10 Maret 2011

SEJARAH PENDIDIKAN LUAR BIASA


Sejarah perkembangan anak luar biasa
Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad kedelapan belas atau awal abad kesembilan belas.Di Indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk keindonesia,(1596-1942) mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat.Untuk pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat di buka lembaga –lembaga khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra grahita tahun1927 dan untuk tuna runggu tahun 1930.ketiganya terletak dikota bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan ,pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan .Mengenai anak-anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental ,undang-undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasl 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut pasal 8 yang mengatakan:semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan sudah berumur 8 tahun di wajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun.dengan di berlakukannya undang-undang tersebut   maka sekolah-sekolah baru yang  khusus bagi anak-anak penyandang cacat.termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna laras ,sekolah ini disebut sekolah luar biasa(SLB).
Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra
(2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu
(3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
(4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa
(5) SLB bagian E untuk anak tuna laras
(6) dan SLB bagian F untuk anak cacat ganda
Konsep pendidikan terpadu di perkenalkan di Indonesia pada tahun 1978 yang bertujuan khusus untuk anak tuna netra.
2. KARAKTERISTIK ANAK TUNARUNGU

Dalam aspek kesehatan, secara umum tampaknya sama dengan anak lain
karena pada umumnya anak tunarungu mampu merawat diri sendiri. Namun bagi anak tunarungu penting untuk memeriksakan kesehatan telinganya secara periodik agar terhindar dari hal-hal yang dapat memperberat ketunarunguannya.
3. KARAKTERISTIK ANAK TUNAGRAHITA
A.    KARAKTERISTIK UMUM

Karakteristik anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi dari
JamesD. Page (Suheri, HN : 1979) sebagai berikut :
a)      Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, mengenai hal-hal abstrak mereka lebih banyak belajar membeo (rote learning) daripada dengan pengertian.Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
b)      Sosial/emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau mudah dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok pada hal-hal yang tidak baik. Namun dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik, asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan lingkungan yang kondusif.
c)      Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya tunagrahita kurang dari anak normal. Bagi anak tunagrahita yang berat dan sangat berat kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar, tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda.
B. KARAKTERISTIK KHUSUS
Karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya yaitu :
1. Karakteristik tunagrahita ringan
Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan.
2. Karakteristik tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran- pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya. Tetapi mereka dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya.
3. Karakteristik anak tunagrahita berat dan sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.
C. KARAKTERISTIK/CIRI-CIRI PADA MASA PERKEMBANGAN
Menurut Triman Prasadio (1982) adalah sebagai berikut :
1. Masa bayi
Bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak mangantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, dan berjalan.
2. Masa kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada anak tunagrahita ringan, oleh karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis seperti mengoloid, kepala besar, dan kepala kecil.
3. Masa sekolah
Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai berikut :
a. Adanya kesulitan belajar pada hamper semua mata pelajaran (calistung)
b. Prestasi yang kurang
c. Kebiasaan kerja yang tidak baik
d. Perhatian yang mudah beralih
e. Kemampuan motorik yang kurang
f. Perkembangan bahasa yang jelek
g. Kesulitan menyesuaikan diri
4. Masa puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri.

KARAKTERISTIK ANAK TUNADAKSA
A. KARAKTERISTIK AKADEMIS
Karakteristik akademis anak tunadaksa meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan kognisi, persepsi dan simbolisasi mengalami kelainan karena tergantungnya sistem celebral sehingga mengalami hambatan dalam hambatan dan mengurus diri. Anak tunadaksa karena kelainan pada system otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar seperti anak normal.
B. KARAKTERISTIK SOCIAL/EMOSIONAL
Karakteristik social anak tunadaksa menunjukkan bahwa konsep diri dan respons serta sikap masyarakat yang negative terthadap anak tunadaksa mengakibatkan anak tunadaksa merasa tidak mampu, tidak nbergina, dan menjadi rendah diri, akibatnya, kepercayaan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersinggung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat bergaul,malu, dan suka menyendiri,serta prustasi berat.
C. KARAKTERISTIK FISIK/KESEHATAN
Anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan gangguan motorik.
Bottom of Form
Print this document
High Quality
Open the downloaded document, and select print from the file menu (PDF reader required).
Download and Print
Sign up
Use your Facebook login and see what your friends are reading and sharing.
Other login options
Top of Form
Bottom of Form
Signup

Rabu, 02 Maret 2011

HAKIKAT PELAYANAN BAGI ANAK LUAR BIASA (ALB)

Pengertian Pelayanan dan Sejarah Perkembangan Pelayanan PLB di Indonesia

           Pelayanan bagi ALB adalah Jasa yang diberikan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan para ALB. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan fisik dan kesehatan, kebutuhan yang berkaitan dengan emosional-sosial, dan kebutuhan pendidikan. Tersedianya pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor kunci bagi perkembangan ALB.
           Keberadaan para penyandang keluarbiasaan ditandai sejak zaman purba yang masih primitif, sampai zaman yang paling mutakhir, yang ditandai dengan kecanggihan teknologi. Pada awalnya, perlakuan terhadap para penyandang keluarbiasaan sangat menyedihkan. Karena pengaruh mistik dan berbagai kepercayaan, para penyandang keluarbiasaan dikucilkan, bahkan ada yang dimusnahkan ketika masih bayi. Layanan terhadap penyandang keluarbiasaan dapat ditelusuri mulai abad ke-16, ketika di Spanyol seorang anak tuna rungu sejak lahir berhasil dididik. Di Amerika layanan ini baru mulai pada tahun 1817, dan di Indonesia dapat ditelusuri mulai tahun 1901.
           Penyediaan layanan bagi ALB di Indonesia tidak semaju di negara lain. Namun, perhatian masyarakat dan pemerintah makin lama makin besar, sehingga berbagai sekolah untuk ALB mulai didirikan. Perkembangan yang menggembirakan dari jumlah sekolah dan jumlah siswa merupakan pertanda meningkatnya pelayanan bagi ALB. Meskipun peran swasta sangat besar dalam penyediaan layanan bagi ALB, namun perhatian pemerintah juga terus meningkat. Menjelang tahun 90-an. perhatian juga ditujukan untuk membantu ALB yang ada di sekolah biasa. Perhatian ini terwujud dalam berbagai penelitian tentang keberadaan ALB dan berbagai program pelatihan untuk membantu ALB yang berada di sekolah biasa. khususnya para penyandang kesulitan belajar.


Berbagai Bentuk dan Jenis Layanan bagi Anak Luar Biasa (ALB)

            Dalam PLB dikenal dua bentuk layanan yang sampai kini masih menimbulkan silang pendapat, yaitu layanan terpisah (segregasi) dan layanan terpadu (integrasi). Layanan segregasi mendidik ALB secara terpisah dari anak norrnal, sedangkan layanan integrasi mendidik ALB di sekolah biasa bersama anak normal. Kedua bentuk layanan ini mempunyai kekuatan dan kelemahan masing-masing. Di antara layanan integrasi dan segregasi penuh dapat dikem-bangkan berbagai jenis layanan dengan tingkat segregasi dan integrasi yang bervariasi. Dalam kondisi tertentu, integrasi dapat berupa integrasi fisik, integrasi sosial, dan integrasi yang paling kompleks yaitu integrasi dalam pembelajaran.
             Model atau jenis pelayanan yang dapat disediakan bagi ALB adalah: (1) sekolah biasa. (2) sekolah biasa dengan guru konsultan, (3) sekolah biasa dengan guru kunjung (4) sekolah biasa dengan ruang sumber (5) model kelas khusus. (6) model sekolah khusus, dan (7) model panti asuhan/rehabilitasi.
Pendekatan kolaboratif dalam pelayanan ALB berasumsi bahwa layanan terhadap ALB akan menjadi lebih efektif jika dilakukan oleh satu tim yang berasal dari berbagai bidang keahlian, yang bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan ALB. Dalam menangani ALB yang ada di sekolah biasa, guru dapat berkolaborasi dengan teman sejawat, kepala sekolah, dan orang tua siswa.

Pengantar Pendidikan Luar Biasa

HAKIKAT KELUARBIASAAN

Definisi dan Jenis Keluarbiasaan

           Keluarbiasaan adalah penyimpangan yang signifikan dari kondisi normal. Anak luar biasa (ALB) adalah anak yang menunjukkan penyimpangan yang signifikan dari anak normal, baik yang di atas normal maupun yang di bawah normal, sehingga dampak penyimpangan tersebut memerlukan pengaturan khusus dalam pelayanan pendidikan.
           Jenis keluarbiasaan dapat dikelompokkan berdasarkan bidang yang mengalami penyimpangan dan dapat pula berdasarkan arah penyimpangan. Berdasarkan bidang penyimpangan dikenal penyimpangan dalam kemampuan (anak berbakat dan anak tunagrahita), penyimpangan karena hambatan sensori (indera), anak berkesulitan belajar dan mengalami gangguan komunikasi, penyimpangan perilaku, dan penyimpangan ganda. Berdasarkan arah penyimpangan, dikenal penyimpangan di atas normal yaitu anak berbakat, dan penyimpangan di bawah normal yang terdiri dari tunanetra, tunarungu, gangguan komunikasi, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak berkesulitan belajar, dan tunaganda.

Penyebab dan Dampak Keluarbiasaan

            Penyebab keluarbiasaan dapat dikelompokkan berdasarkan masa munculnya keluarbiasaan dan agen pembawa keluarbiasaan. Berdasarkan masa kemunculan, ada tiga jenis penyebab, yaitu: penyebab prenatal, perinatal, dan postnatal. Berdasarkan agen pembawa keluarbiasaan, pada dasarnya penyebabnya dapat dibagi dua, yaitu penyebab bawaan (turunan) dan dapatan. Penyebab yang didapat banyak jenisnya yang dikaitkan dengan keluarbiasaan tertentu, seperti infeksi, penyakit tertentu, kekurangan gizi, gangguan metabolisme, kecelakaan, dan lingkungan.
            Dampak keluarbiasaan bagi anak, keluarga, dan masyarakat bervariasi sesuai dengan latar belakang budaya, pendidikan, dan status sosial ekonomi. Bagi anak, keluarbiasaan akan mempengaruhi perkembangannya dan berdampak selama hidupnya. Intensitas dampak ini dipengaruhi pula oleh jenis dan tingkat keluarbiasaan yang diderita, serta masa munculnya keluarbiasaan bagi keluarga, dampak keluarbisaan bervariasi, namun pada umumnya keluarga merasa shok dan tidak siap menerima keluarbiasaan (di bawah normal) vang diderita oleh anaknya. Adanya ALB dalam keluarga dan masyarakat membuat keluarga dan masyarakat menyediakan layanan, fasilitas yang dibutuhkan oleh ALB tersebut.

Kebutuhan Suatu Hak dan Kewajiban Penyandang Keluarbiasaan

            Pada dasarnya, kebutuhan penyandang keluarbiasaan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kebutuhan fisik/kesehatan, kebutuhan sosial-emosional, dan kebutuhan pendidikan. Kebutuhan fisik/kesehatan berkaitan dengan sarana/fasilitas yang dibutuhkan yang berkaitan dengan kondisi fisik/kesehatan penyandang keluarbiasaan, seperti tongkat alat bantu dengar, lift, atau jalan miring sebagai pengganti tangga dan pelayanan kesehatan secara khusus. Kebutuhan sosial emosional berkaitan dengan bantuan yang diperlukan oleh penyandang keluarbiasaan dalam berinteraksi dengan lingkungan, terutama ketika menghadapi masa-masa penting dalam hidup, seperti masa remaja, masa perkawinan, atau mempunyai bayi; sedangkan kebutuhan pendidikan berkaitan dengan bantuan pendidikan khusus yang diperlukan sesuai dengan jenis keluarbiasaan.
Para penyandang keluarbiasaan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya, yaitu hak untuk mendapat pendidikan, jaminan sosial, menggunakan fasilitas umum, serta mendapat pekerjaan. Khusus untuk hak mendapatkan pendidikan, konferensi dunia menerbitkan kerangka kerja yang antara menekankan agar sekolah biasa siap menerima ALB dengan menyediakan layanan pendidikan yang berfokus pada siswa.
            Para penyandang keluarbiasaan mempunyai kewajiban menghormati hak orang lain, mentaati aturan/undang-undang yang berlaku, menjunjung tinggi bangsa dan negara, serta ikut serta membela dan membangun bangsa dan negara.