Sejarah perkembangan anak luar biasa
Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada akhir abad kedelapan belas atau awal abad kesembilan belas.Di Indonesia sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk keindonesia,(1596-1942) mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat.Untuk pendidikan bagi anak-anak penyandang cacat di buka lembaga –lembaga khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra grahita tahun1927 dan untuk tuna runggu tahun 1930.ketiganya terletak dikota bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan ,pemerintah RI mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan .Mengenai anak-anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental ,undang-undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasl 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak tersebut pasal 8 yang mengatakan:semua anak-anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan sudah berumur 8 tahun di wajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun.dengan di berlakukannya undang-undang tersebut maka sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak-anak penyandang cacat.termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna laras ,sekolah ini disebut sekolah luar biasa(SLB).
Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra
(2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu
(3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
(4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa
(5) SLB bagian E untuk anak tuna laras
(6) dan SLB bagian F untuk anak cacat ganda
Konsep pendidikan terpadu di perkenalkan di Indonesia pada tahun 1978 yang bertujuan khusus untuk anak tuna netra.
2. KARAKTERISTIK ANAK TUNARUNGU
Dalam aspek kesehatan, secara umum tampaknya sama dengan anak lain
karena pada umumnya anak tunarungu mampu merawat diri sendiri. Namun bagi anak tunarungu penting untuk memeriksakan kesehatan telinganya secara periodik agar terhindar dari hal-hal yang dapat memperberat ketunarunguannya.
3. KARAKTERISTIK ANAK TUNAGRAHITA
A. KARAKTERISTIK UMUM
Karakteristik anak tunagrahita secara umum berdasarkan adaptasi dari
JamesD. Page (Suheri, HN : 1979) sebagai berikut :
a) Akademik
Kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas, mengenai hal-hal abstrak mereka lebih banyak belajar membeo (rote learning) daripada dengan pengertian.Dari hari ke hari mereka membuat kesalahan yang sama. Mereka cenderung menghindar dari perbuatan berpikir. Mereka mengalami kesukaran memusatkan perhatian, dan lapang minatnya sedikit. Mereka juga cenderung cepat lupa, sukar membuat kreasi baru, serta rentang perhatiannya pendek.
b) Sosial/emosional
Dalam pergaulan, anak tunagrahita tidak dapat mengurus diri, memelihara dan memimpin diri. Mereka cenderung bergaul atau bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah disugesti atau mudah dipengaruhi sehingga tidak jarang dari mereka mudah terperosok pada hal-hal yang tidak baik. Namun dibalik itu semua mereka menunjukkan ketekunan dan rasa empati yang baik, asalkan mereka mendapatkan layanan atau perlakuan dan lingkungan yang kondusif.
c) Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi tubuh pada umumnya tunagrahita kurang dari anak normal. Bagi anak tunagrahita yang berat dan sangat berat kurang merasakan sakit, bau badan tidak enak, badannya tidak segar, tenaganya kurang mempunyai daya tahan dan banyak yang meninggal pada usia muda.
B. KARAKTERISTIK KHUSUS
Karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya yaitu :
1. Karakteristik tunagrahita ringan
Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung. Pada usia 16 tahun atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9 tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan.
2. Karakteristik tunagrahita sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran- pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka berkomunikasi dengan beberapa kata, seperti namanya sendiri, alamatnya, nama orang tuanya. Tetapi mereka dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya.
3. Karakteristik anak tunagrahita berat dan sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.
C. KARAKTERISTIK/CIRI-CIRI PADA MASA PERKEMBANGAN
Menurut Triman Prasadio (1982) adalah sebagai berikut :
1. Masa bayi
Bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak mangantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, dan berjalan.
2. Masa kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada anak tunagrahita ringan, oleh karena tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis seperti mengoloid, kepala besar, dan kepala kecil.
3. Masa sekolah
Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai berikut :
a. Adanya kesulitan belajar pada hamper semua mata pelajaran (calistung)
b. Prestasi yang kurang
c. Kebiasaan kerja yang tidak baik
d. Perhatian yang mudah beralih
e. Kemampuan motorik yang kurang
f. Perkembangan bahasa yang jelek
g. Kesulitan menyesuaikan diri
4. Masa puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadian berada di bawah usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri.
KARAKTERISTIK ANAK TUNADAKSA
A. KARAKTERISTIK AKADEMIS
Karakteristik akademis anak tunadaksa meliputi ciri khas kecerdasan, kemampuan kognisi, persepsi dan simbolisasi mengalami kelainan karena tergantungnya sistem celebral sehingga mengalami hambatan dalam hambatan dan mengurus diri. Anak tunadaksa karena kelainan pada system otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar seperti anak normal.
B. KARAKTERISTIK SOCIAL/EMOSIONAL
Karakteristik social anak tunadaksa menunjukkan bahwa konsep diri dan respons serta sikap masyarakat yang negative terthadap anak tunadaksa mengakibatkan anak tunadaksa merasa tidak mampu, tidak nbergina, dan menjadi rendah diri, akibatnya, kepercayaan dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah tersinggung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat bergaul,malu, dan suka menyendiri,serta prustasi berat.
C. KARAKTERISTIK FISIK/KESEHATAN
Anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan gangguan motorik.